Kesertaan Muslimah Dalam Perjuangan Islam


            Pada masa-masa terbaik Islam, muslimah justru menampakkan peran serta yang sangat  penting.

           Suara pertama yang mendukung dan membenarkan kenabian Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah suara wanita yakni Khadijah binti Khuwailid.

           Syuhada pertama dalam Islam adalah seorang wanita, yakni Sumayyah, ibu Ammar bin Yasir, yang dibunuh oleh Abu Jahal karena mempertahankan keislamannya.

            Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu bersembunyi di goa (Jabal Tsur), Asma binti Abu Bakar-lah yang bolak-balik membawakan makanan untuk mereka berdoa, padahal kondisinya sedang hamil.

              Ketika perang Uhud, Ummu Salith adalah wanita yang paling sibuk membawakan tempat air untuk pasukan Islam, sebagaimana yang diceritakan Umar bin Al Khathab.  *(HR. Bukhari, _Kitab Al Maghazi Bab Dzikri Ummi Salith_, No. 3843).* Ummu Salith juga pernah berbai’at kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

                Imam Al Bukhari dalam kitab Shahih-nya, membuat enam bab tentang peran muslimah dalam peperangan yang dilakukan kaum laki-laki.

1⃣       _Bab Ghazwil Mar’ah fil Bahr_ (Peperangan kaum wanita di lautan)

2⃣       _Bab Hamli Ar Rajuli Imra’atahu fil Ghazwi Duna Ba’dhi Nisa’ihi_ (Laki-laki membawa isteri dalam peperangan tanpa membawa isteri lainnya)

3⃣       _Bab Ghazwin  Nisa’ wa Qitalihinna ma’a Ar Rijal_ (Pertempuran wanita dan peperangan mereka bersama laki-laki)

4⃣       _Bab Hamlin Nisa’ Al Qiraba Ilan Nas fil Ghazwi_ (Wanita membawa (tempat) minum kepada manusia dalam peperangan)

5⃣       _Bab Mudawatin Nisa’ Al Jarha fil Ghazwi_ (Pengobatan Wanita untuk yang terluka dalam peperangan)

7⃣       _Bab Raddin Nisa’ Al Jarha wal Qatla Ilal Madinah_ (Wanita Memulangkan Pasukan terluka dan terbunuh ke Madinah)

            Selain ummu Salith, kaum muslimah juga ikut berbai’at kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, seperti Ummu ‘Athiyah, Umaimah binti Ruqaiqah, dan kaum wanita Anshar. Sebagaimana yang diceritakan secara shahih oleh Imam An Nasa’i. *(HR. An Nasa’i No. 4179 - 4181. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam _Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i_, Juz. 9, hal. 251-253, no. 4179-4181)*

         Masih banyak lagi peran muslimah pada masa awal seperti peran ketika hijrah ke Habasyah, peran dalam pendidikan, dan lainnya. Semuanya menunjukkan bahwa Islam menempatkan pria dan wanita untuk saling mengisi dan bekerjasama secara normal.

Wallahu A'lam

๐ŸŒท☘๐ŸŒบ๐ŸŒด๐ŸŒป๐ŸŒพ๐ŸŒธ๐Ÿƒ

✍ Farid Nu'man Hasan
๐Ÿ“ก Join Channel: bit.ly/1Tu7OaC

Al-Qur'an adalah Obat



Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah:

ุงู„ู‚ุฑุขู† ู‡ูˆ ุงู„ุดูุงุก ุงู„ุชุงู… ู…ู† ุฌู…ูŠุน ุงู„ุฃุฏูˆุงุก ุงู„ู‚ู„ุจูŠุฉ ูˆุงู„ุจุฏู†ูŠุฉ ูˆุฃุฏูˆุงุก ุงู„ุฏู†ูŠุง ูˆุงู„ุขุฎุฑุฉ , ูˆู…ู† ู„ู… ูŠุดูู‡ ุงู„ู‚ุฑุขู† ูู„ุง ุดูุงู‡ ุงู„ู„ู‡.

"Al Quran adalah obat yang sempurna dari semua penyakit hati dan badan, penyakit dunia dan akhirat. Maka, barang siapa yang tidak berobat dengan Al Quran maka Allah tidak akan mengobatinya."

๐Ÿƒ๐Ÿƒ๐Ÿƒ๐Ÿƒ

๐Ÿ“š Hikam wa Aqwaal As Salaf Ash Shaalih

๐Ÿƒ๐ŸŒป๐ŸŒด๐ŸŒธ๐ŸŒพ๐ŸŒบ☘๐ŸŒท

✏️ Farid Nu'man Hasan

Berbagi Cerita (seri tulisan Ayah Pengembara bag.5)

Pernah dengar ungkapan ini gak?
“Kedekatan hubungan antar pribadi ditandai dengan seberapa dalam seseorang mengetahui kondisi atau keadaan pihak lain”.
Ini kaedah sakti dari pakar Komunikasi Interpersonal, Joseph A. Devito buat yang ingin menjalin keakraban dengan orang lain. Biasa dipakai oleh anak belia labil alias ABABIL untuk deketin gebetan sebagai bagian dari mantra motivasi. Intinya, seberapa dalam kita kenal orang tersebut menunjukkan seberapa dekat hubungan kita dengannya. Jangan ngaku-ngaku akrab kalau yang diketahui dari orang tersebut cuma nama lengkap dan tanggal lahirnya aja. Masih kalah sama batu nisan yang sampai tertulis jelas tanggal wafatnya. Disebut akrab kalau lebih mengenal dalam dari itu. Mulai dari makanan favorit, - minuman juga, kalau gak, bisa keselek – nomorsepatu, merk shampoonya, kebiasaan di pagi hari sampai aroma badannya pun tau. Inilah asal mula kepo. Mau tau segalanya tentang dia. Andai dia dijadikan soal UN niscaya sang pelaku lulus dengan nilai tertinggi. Tau banget soalnya hehe..

Konsekuensi dari hal di atas juga membuat seseorang dapat dengan mudah menangkap suatu maksud yang tersirat lewat bahasa tubuh atau bahasa kiasan. Tanpa butuh penjelasan panjang, kita sudah paham maksud dari orang yang dekat dengan kita tersebut. Contohnya Nabiyullah Ibrahim dengan anaknya, Ismail. Disebutkan dalam kisah bahwa suatu hari Ibrahim hendak mengunjungi Ismail. Saat itu, Ismail sedang tak ada di rumah. Hanya istrinya saja yang ada. Begitu Ibrahim datang dan menyapa, istrinya spontan malah bercerita kalau hidupnya sengsara selama menikah dengan Ismail. Ibrahim hanya diam mendengarkan. Kemudian menitip pesan kepada Ismail via mantunya tersebut untuk mengganti palang pintu di depan rumah.

Begitu Ismail pulang, sang Istri pun menyampaikan pesan sang mertua yakni meminta ismail mengganti palang pintu depan rumahnya. Dan Ismail pun sontak menjawab
“Ketahuilah istriku, Ayah meminta aku menceraikanmu. Dan aku ikuti perintah Ayahku”.
Jreng jreng. Cuma pakai istilah ‘palang pintu’ aja ternyata Ismail sudah paham maksud ayahnya. Padahal sejarah menyebutkan antara Ibrahim dan Ismail jarang bertemu. Kok bisa Ismail paham bahasa kode-kodean dari sang AYAH? Padahal ia bukan anggota intelijen. Itu karena hubungan yang begitu kuat dan dekat hingga memahami bahasa yang tersirat.

Ayah pengembara memiliki tugas agar mampu mengikat hati anak meskipun terpisah jarak. Sehingga tak membutuhkan banyak bahasa agar mudah dipahami anak. Jika sebelumnya dibahas bagaimana ayah sebisa mungkin mengetahui keadaan anak, maka tugas ayah berikutnya membuat anak mengetahui keadaan ayahnya. Fresh dan Up to date. Layaknya berita, anak butuh informasi yang aktual, tajam dan terpercaya tentang ayahnya. Hal ini menjadikan mereka serasa dekat dengan ayah meski jarak memisahkan raga. Kondisi dimana anak mengetahui keadaan ayah secara up to date inilah yang mengikat hati mereka. Membuat mereka merasa istimewa. Sebab semua anak memiliki karakter yang sama : ingin menjadi penerima informasi pertama dalam segala hal. Terlebih mengenai ayahnya. Itulah kenapa permainan bisik-bisik begitu disuka. Sebab mereka merasa sebagai pihak yang lebih utama dapat info dibandingkan yang lainnya.
Cara agar anak mengetahui keadaan ayahnya yang jauh mengembara adalah dengan kebiasaan berbagi cerita yang diinisiasi oleh ayah. Bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi. Memanfaatkan media sosial atau messenger yang menjamur saat ini. Cukup rekam kejadian yang ayah alami dalam sebuah video singkat ditambah narasi yang indah plus suara berat layaknya penyiar TVRI tahun 80 an, lalu kirim via WA atau BBM, dapat menjadi sarana yang membuat anak mendapatkan berita spesial tentang ayahnya.

Jangan sering-sering kirim foto selfie ayah. Anak tidak butuh itu. Apalagi jika foto yang dikirim adalah pose ayah dengan mulut dimonyongin dan jari telunjuk di depan bibir. Percayalah, anak bisa trauma menerima kabar ayah. Bahkan suudzhon, jangan-jangan ayah selama ini pergi keluar jadi penonton acara dahsyat yang dikontrak setahun gak boleh pulang. Habis Ayah alay banget sih.

Sekali lagi, bukan gambar ayah yang dibutuhkan anak, namun cerita yang dialami ayah sehari-hari yang anak harapkan. Jika ayah tak bisa mengirim berita karena sedang fakir kuota, maka simpanlah video tersebut dan bisa ditonton bersama-sama saat ayah tiba di rumah. Ditambah cerita lainnya yang tak sempat terekam kamera.

Membagi cerita selama pengembaraan ayah akan menjadi hiburan seru bagi anak-anak melebihi kartun naruto atau upin ipin. Cerita ayah dengan segala pernak-perniknya menjadi sesuatu yang ditunggu-tunggu. Hal inilah yang dilakukan Rasulullah kepada anak-anak di Madinah selepas dari medan jihad. Menyisakan cerita yang bisa dibagi kepada setiap anak. Hingga setiap anak di Madinah merasa medan jihad yang diceritakan Rasulullah sebagai sesuatu yang dirindukan. Mereka ingin ikut juga merasakannya

Cerita yang dikemas dengan teknik penyampaian yang oke akan jadi oleh-oleh terbaik bagi anak. Hingga mereka pun membayangkan seandainya bisa ikut mengembara bersama Ayah. Sosok ayah menjadi teramat dirindukan bukan sekedar fisiknya. Namun cerita yang dialami ayah pun menjadi bagian yang dirindukan. Agar tak ada lagi anak yang menjawab saat ditanya tentang ayahnya dengan kalimat “Au ah gelap”. Sebab cerita tentang ayah masih gelap dan samar bagi mereka. Kelak mereka akan menjawab dengan lugas ketika ditanya orang lain tentang ayahnya, “mau episode yang mana?”. Sebab bagi mereka kisah ayah adalah untaian rindu yang tak pernah ada akhirnya ‪#‎eaaa‬ (Tamat)

by : bendri jaisyurrahman (twitter : @ajobendri)


Mari Tertawa! (seri Rumah Tangga Surga bag. 5)

1. Berapa kali Anda dan keluarga tertawa dalam sehari?

2. Pertanyaan ini pernah diajukan oleh salah seorang professor ahli pengasuhan ke kami saat saya ikut workshopnya di Singapore

3. Menurut beliau, tanda rumah tangga bahagia adalah adanya tawa minimal 100 kali setiap hari di dalam rumah

4. Entah bagaimana menghitungnya, yang jelas kepuasan dalam rumah tangga diukur dengan hadirnya tawa sebagai ekspresi bahagia di dalam keluarga

5. Dan ternyata hal ini juga merupakan cerminan kebahagiaan penduduk surga. Penduduk surga senantiasa gembira dan tertawa

6. Allah katakan : Masuklah kamu ke dalam surga. Kamu dan istrimu akan digembirakan (QS. 43:70)

7. Dan wujud kegembiraan itu ditampilkan dengan wajah berseri-seri dan suara tawa penghuni surga (Lihat QS. 80 : 38-39)

8. Rumah tangga surga selayaknya mengambil pelajaran dari aktivitas penghuni surga ini yakni berupaya menghadirkan tawa setiap hari

9. Jika tangisan, ratapan dan ekspresi tegang yang senantiasa terjadi dalam keluarga, ini justru suasana neraka

10. Masing-masing merasa tertekan, jenuh dan bosan. Merasa rumah bukan tempat yang nyaman

11. Akhirnya mereka lebih betah di luar seraya cari hiburan demi bisa tertawa tuk puaskan kebutuhan fitrahnya

12. Maka, selayaknya kita bangun rumah tangga kita dengan konsep hadirkan tawa gembira saat bersama.

13. Tentu ada kadarnya. Sebab segala sesuatu yang berlebihan akan mematikan jiwa

14. Minimal jika tak ada tawa, ekspresi bahasia ditampilkan oleh anggota keluarga melalui wajah berseri penuh ekspresi

15. Itulah mengapa anak-anak yg tak bahagia di dalam rumah nampak dari ekspresi dan gerak tubuhnya yang serba minimalis

16. Mau menggerakkan badan, minimaliis. Senyum pun minimalis. Sebab jika maksimalis mereka merasa ada ancaman psikologis

17. Rasa takut dan tidak ekspresif terjadi karena hubungan emosional yang serba kaku. Keakraban hilang tersebab kebanyakan aturan

18. Alhasil, tertawa menjadi langka. Dan ini petaka. Hilanglah suasana surga

19. Untuk menghadirkan tawa dan muka berseri diantara keluarga bisa dimulai dengan sering melakukan aktivitas santai secara bersama

20. Kalau perlu lakukan kontak fisik melalui permainan yg bernama ‘gelitikan’. Iya, saling menggelitik sesama anggota bisa menambah keakraban

21. Asal jangan berlebihan, bisa-bisa malah pingsan. Intinya bermainlah secara serius saat bersama keluarga

22. Kenapa disebut serius? Sebab, tanda keseriusan saat bermain bersama yakni tak ada media yang jadi pihak ketiga.

23. Suasana keakraban akan hilang jika ayah bermain sambil BBM-an atau Whatsapp-an. Anak merasa diabaikan

24. Begitu juga saat bersenda gurau, seriuslah. Keluarkan mimik muka yang menghadirkan tawa.

25. Hal ini sering dilakukan oleh nabi kita yang mulia terhadap anggota keluarganya

26. Terkadang beliau ajak istrinya lomba lari bersama. Kadang beliau juga menjulurkan lidah dengan ekspresi lucu ke cucunya

27. Ini bukti, bahwa saat bersenda gurau dan bermain, Rasulullah pun total dalam melakukannya

28. Hal inilah yang menghadirkan rasa puas dan bahagia di dalam keluarga

29. Selain itu, buatlah hidup dinamis. Tidak monoton dan statis.

30. Pola yang tak berubah sepanjang tahun menghasilkan rasa bosan hingga ke ubun-ubun

31. Anak selalu ditanamkan pola : ‘bangun tidur ku terus mandi, tidak lupa menggosok gigi’. Dari dulu ini sudah jadi tradisi

32. Bayangkan jika sampai remaja hal ini terus terjadi. Hidup mereka kurang bergairah dan tak berarti

33. Padahal, boleh saja mereka berimprovisasi: ‘bangun tidur ku terus lari sambil nenteng TV’ :D Ups... Ini anak atau pencuri? hehe

34. Maksudnya, hiduplah dinamis. Buat kejutan-kejutan yang membuat rasa penasaran anggota keluarga seraya bertanya : nanti malam ada kejutan apa lagi ya?

35. Ucapan cinta lewat kalimat : I LOVE YOU, di awal-awal nikah memang terasa begitu indah. Tapi jika tak ada improvisasi, lama-lama pasangan pun jengah

36. Sekali-kali sampaikanlah kalimat cinta dengan susunan uang seratus ribuan atau logam mulia di atas ranjang. Istri mana yang tidak berseri-seri wajahnya tanda riang? :D

37. Atau saat ia cemberut dan manyun cobalah ajak ia belanja dengan tawaran paket dana yang tak ada limitnya. Oh, sungguh bahagia :D

38. Intinya, buatlah hidup sedinamis mungkin. Sebab kesenangan di surga pun dinamis. Tidak monoton. Berpindah dari kesenangan yg satu ke kesenangan yg lain

39. Karena itu, hadirkan ekspresi bahagia semampu kita tanpa harus keluar banyak biaya.

40. Sebab jika keluar banyak biaya, anak istri mungkin bahagia. Tapi setelahnya kita yang nangis merana. Tabungan tak ada sisa :p

41. Untuk irit biaya, ekspresi bahagia bisa dengan berbagi tawa melalui cerita humor dan jenaka

42. Atau bermain tebak-tebakan juga bisa jadi cara ampuh yang menghidupkan suasana tanpa menguras kantong kita

43. Jika kita belum mampu lakukannya, karena tak terbiasa, cukup hadirkan senyum tulus di segala suasana. Mereka sudah merasa bahagia

44. Dari sekarang cobalah tingkatkan jiwa humoris kita agar suasana rumah penuh dengan tawa

45. Mungkin awalnya susah, tapi jangan menyerah untuk mencoba. Dan rumah pun menjelma menjadi surga. Salam bahagia

by : bendri jaisyurrahman (twitter :@ajobendri)

Mau Di Bawa Kemana Keluarga Kita


Ada satu pertanyaan penting yang harus kita jawab saat memulai rumah tangga : mau dibawa kemana keluarga kita? Pertanyaan ini akan menggiring kita kepada sikap dan cara berumah tangga. Jika kita menjawabnya mengalir bagai air, seraya berharap mengalir ke danau jernih meskipun ternyata ngalirnya ke got atau septic tank, maka sikap kita dalam berumah tangga cenderung reaktif layaknya pemadam kebakaran. Hanya sibuk memadam masalah yg tiba-tiba muncul. Inilah model keluarga survival. Hidup yang penuh adrenalin. Berdebar debar, khususnya dirasakan para istri. Hanya menerka nerka apa gerangan yg terjadi esok sambil siapin mental untuk menghadapi berbagai kemungkinan terburuk. Jika Anda naik roller coaster semenit aja bisa muntah-muntah, maka model keluarga seperti ini dijamin akan membuat cemas dan berpeluang stroke.

Lain halnya jika Anda jelas tujuannya mau kemana. Dan tau jalan menuju tujuan itu. Meskipun berliku-liku dan ada turbulensi dan guncangan sepanjang jalan, tetap kan tegar. Karena telah memprediksi kejadian tersebut sebelumnya. Inilah keluarga yg punya visi. Bukan berarti gak punya masalah. Namun tau apa yg dilakukan saat menghadapi masalah karena jelas tujuan dan arahnya.

Maka, visi berkeluarga menjadikan kita menikmati setiap irama hidup berumah tangga. Baik iramanya dangdut koplo atau black metal. Masing-masing telah dipahami pola nadanya. Saat berkelimpahan tau sikap yg dilakukan, saat berkesusahan mengerti strategi yg diterapkan. Tetap optimis sampai ke tujuan. Tidak saling menyalahkan. Sebab masing masing anggota paham rute dan medannya.

Itulah kenapa perintah agama senantiasa mengajak kita untuk membuat visi dalam berbagai hal khususnya dalam berkeluarga. Allah katakan dalam alquran surat al hasyr ayat 18 : Hai orang orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah. Dan hendaklah tiap tiap diri melihat apa yang akan dilakukannya esok hari. Maka bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan"

Ayat ini memakai kalimat ุชู†ุธุฑ dari kata ู†ุธุฑ yang maknanya melihat dengan jelas. Ini menandakan bahwa masalah visi adalah bukan sekedar dalam pikiran namun terimajinasikan hingga seolah-olah kita melihatnya. Dengan melihat jelas itulah kita melihat dua hal : peluang sekaligus tantangan. Peluang kita jadikan alat untuk meraih tujuan dan tantangan kita sikapi dengan antisipasi sedari awal. Inilah keluarga yang selamat.

Karena itu, sebelum biduk dikayuh hendaknya masing masing anggota keluarga saling mengingatkan tujuan, 'kita mau kemana?' Jangan sampai energi mengayuh habis sepanjang jalan hanya untuk siap siap tenggelam karena tidak mengerti arah dan tujuan bersandar.

Sebagai muslim, Allah telah membuat panduan visi dalam keluarga. Visi umum ini mutlak kita ikuti. Tinggal misi operasionalnya yg berbeda antar keluarga. Visi yang dimaksud di antaranya :
1. Terbebas dari siksa api neraka (At tahrim : 6)
2. Masuk surga sekeluarga (ath thur : 21)

Kedua visi ini memberi petunjuk kita bahwa urusan akherat adalah prioritas. Bukan sambilan. Apalagi dianggap penghambat kesuksesan dunia. Jangan sampai muncul kalimat : ngajinya libur dulu ya, besok kamu mau UN. Ntar UN nya keganggu lagi. Ini menunjukkan bahwa kita telah gagal menempatkan akherat sebagai prioritas. Padahal urusan akherat itu yg utama sebagaimana Allah sebutkan dalam surat al qososh ayat 77(silahkan buka sendiri ayatnya)

Untuk menjaga visi berkeluarga agar sesuai dgn petunjuk quran tersebut, maka mulailah dari dominasi tema dialog dalam rumah tangga kita. Ada sebuah ungkapan masyhur yg diucap Ibnu Jarir Ath Thobari dalam kitab tarikhnya "dialog yg sering dibicarakan antar rakyat menunjukkan visi asli pemimpinnya". Kesimpulan ini beliau ucapkan setelah meneliti visi para pemimpin di zaman dinasti umayyah, mulai dari Sulaiman bin Abdul Malik, Walid bin Abdul Malik hingga ke Umar bin Abdul Aziz. Apa yg dibicarakan rakyat menunjukkan visi pemimpinnya. Saat rakyat banyak dialog tentang jumlah anak istri dan cucu ternyata sesuai dengan visi Sulaiman yg memang concern kepada urusan pernikahan dan keluarga. Begitupun saat rakyat banyak berdialog tentang uang dan harta di masa Walid, sebab memang visinya walid seputar materi dan pembangunan.

Dan anehnya begitu di masa Umar bin Abdul Aziz rakyat lebih banyak dialog tentang iman dan amal sholeh. Tersebab memang pemimpinnya, yakni umar, kuat visinya akan akherat,
Dengan demikian, coba perhatikan dialog dalam keluarga kita, khususnya anak anak sebagai 'rakyat' dalam keluarga, Itulah visi asli kita. Jika lebih banyak bicarakan liburan dan makanan sebab visi keluarga mungkin seputar wisata kuliner. Sebaliknya jika sudah mulai bicarakan hal hal seputar agama, itu tanda visi akherat dari ortu telah sampai kepada mereka.

Mulailah dari perbaikan lisan (al ahzab : 70) lewat dialog yg bernuansakan akherat, maka kelak akan terperbaiki amalan kita menuju cita cita : masuk surga bersama. Inilah sejatinya keluarga. Yakni ketika kumpul bersama di surga. Dan terhindar dari keluarga broken home, dimana bukan yg tercerai berai di dunia, namun keluarga yg tak mampu kumpul bersama di surga. Semoga Allah kabulkan pinta kita tuk ajak sanak famili kumpul bersama di jannahNya. Aamiin

by : bendri jaisyurrahman (twitter : @ajobendri)

Memejamkan Mata Saat Shalat



Sebenarnya Para Ulama berbeda pendapat, antara memakruhkan dan membolehkan. Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

ุชุบู…ูŠุถ ุงู„ุนูŠู†ูŠู†: ูƒุฑู‡ู‡ ุงู„ุจุนุถ ูˆุฌูˆุฒู‡ ุงู„ุจุนุถ ุจู„ุง ูƒุฑุงู‡ุฉ، ูˆุงู„ุญุฏูŠุซ ุงู„ู…ุฑูˆูŠ ููŠ ุงู„ูƒุฑุงู‡ุฉ ู„ู… ูŠุตุญ

“Memejamkan mata: sebagian ulama ada yang memakruhkan, sebagian lain membolehkan tidak makruh. Hadits yang meriwayatkan kemakruhannya tidak shahih.” (Fiqhs Sunnah, 1/269. Darul Kitab Al ‘Arabi)

๐Ÿ“Œ Para Ulama Yang Memakruhkan

Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra, mengatakan:

ูˆุฑูˆูŠู†ุง ุนู† ู…ุฌุงู‡ุฏ ูˆู‚ุชุงุฏุฉ ุงู†ู‡ู…ุง ูƒุงู†ุง ูŠูƒุฑู‡ุงู† ุชุบู…ูŠุถ ุงู„ุนูŠู†ูŠู† ููŠ ุงู„ุตู„ูˆุฉ ูˆุฑูˆู‰ ููŠู‡ ุญุฏูŠุซ ู…ุณู†ุฏ ูˆู„ูŠุณ ุจุดุฆ

“Kami meriwayatkan dari Mujahid dan Qatadah bahwa mereka berdua memakruhkan memejamkan mata dalam shalat. Tentang hal ini telah ada hadits musnad,  dan hadits tersebut tidak ada apa-apanya. (As Sunan Al Kubra, 2/284)

Ini juga menjadi pendapat Sufyan Ats Tsauri. (Al Majmu Syarh Al Muhadzdzab, 3/314. Darul Fikr)

Selain mereka adalah Imam Ahmad, Imam Abu Jafar Ath Thahawi, Imam Abu Bakar Al Kisani, Imam As Sayyid Bakr Ad Dimyathi,  dan lainnya.

Alasan pemakruhannya adalah karena memejamkan mata merupakan cara ibadahnya orang Yahudi, dan kita dilarang meniru mereka dalam urusan dunia, apalagi urusan ibadah.

๐Ÿ“Œ Pa ra Ulama Yang Membolehkan

Imam Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Zaid bin Hibban, telah bercerita kepada kami Jamil bin ‘Ubaid,katanya:

ุณู…ุนุช ุงู„ุญุณู† ูˆุณุฃู„ู‡ ุฑุฌู„ ุฃุบู…ุถ ุนูŠู†ูŠ ุฅุฐุง ุณุฌุฏุช ูู‚ุง ุฅู† ุดุฆุช.
 
“Aku mendengar bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Al Hasan, tentang memejamkan mata ketika sujud. Al Hasan menjawab: “Jika engkau  mau.” (Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 2/162)
Disebutkan oleh Imam An Nawawi, tentang pendapat Imam Malik:
 
ูˆู‚ุงู„ ู…ุงู„ูƒ ู„ุง ุจุฃุณ ุจู‡ ููŠ ุงู„ูุฑูŠุถุฉ ูˆุงู„ู†ุงูู„ุฉ

“Berkata Malik: tidak apa-apa memejamkan mata, baik pada shalat wajib atau sunah.” (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 3/314. Darul Fikr)
Semua sepakat bahwa memejamkan mata tidak haram, dan bukan pembatal shalat. Perbedaan terjadi antara makruh dan mubah. Jika dilihat dari sisi dalil  -dan  dalil  adalah hal yang sangat penting-  ternyata tidak ada hadits yang shahih tentang larangannya, sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Sayyid Sabiq, dan diisyaratkan oleh Imam Al Baihaqi. Namun, telah shahih dari tabiin bahwa hal itu adalah cara shalatnya orang Yahudi, dan tidak boleh menyerupai mereka dalam hal keduniaan, lebih-lebih ritual keagamaan.

Maka, pandangan kompromis yang benar dan bisa diterima dari fakta-fakta ini adalah seperti apa yang diulas Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah  sebagai berikut:

ูˆู‚ุฏ ุงุฎุชู„ู ุงู„ูู‚ู‡ุงุก ููŠ ูƒุฑุงู‡ุชู‡، ููƒุฑِู‡ู‡ ุงู„ุฅِู…ุงู…ُ ุฃุญู…ุฏ ูˆุบูŠุฑُู‡، ูˆู‚ุงู„ูˆุง:ู‡ูˆ ูุนู„ُ ุงู„ูŠู‡ูˆุฏ، ูˆุฃุจุงุญู‡ ุฌู…ุงุนุฉ ูˆู„ู… ูŠูƒุฑู‡ูˆู‡، ูˆู‚ุงู„ูˆุง: ู‚ุฏ ูŠูƒูˆู†ُ ุฃู‚ุฑุจَ ุฅู„ู‰ ุชุญุตูŠู„ ุงู„ุฎุดูˆุน ุงู„ุฐูŠ ู‡ูˆ ุฑูˆุญُ ุงู„ุตู„ุงุฉ ูˆุณุฑُّู‡ุง ูˆู…ู‚ุตูˆุฏู‡ุง. ูˆุงู„ุตูˆุงุจ ุฃู† ูŠُู‚ุงู„: ุฅู† ูƒุงู† ุชูุชูŠุญُ ุงู„ุนูŠู† ู„ุง ูŠُุฎِู„ُ ุจุงู„ุฎุดูˆุน، ูู‡ูˆ ุฃูุถู„، ูˆุฅู† ูƒุงู† ูŠุญูˆู„ ุจูŠู†ู‡ ูˆุจูŠู† ุงู„ุฎุดูˆุน ู„ู…ุง ููŠ ู‚ุจู„ุชู‡ ู…ู† ุงู„ุฒุฎุฑูุฉ ูˆุงู„ุชุฒูˆูŠู‚ ุฃูˆ ุบูŠุฑู‡ ู…ู…ุง ูŠُุดูˆุด ุนู„ูŠู‡ ู‚ู„ุจู‡، ูู‡ู†ุงู„ูƒ ู„ุง ูŠُูƒุฑู‡ ุงู„ุชุบู…ูŠุถُ ู‚ุทุนุงً، ูˆุงู„ู‚ูˆู„ُ ุจุงุณุชุญุจุงุจู‡ ููŠ ู‡ุฐุง ุงู„ุญุงู„ ุฃู‚ุฑุจُ ุฅู„ู‰ ุฃุตูˆู„ ุงู„ุดุฑุน ูˆู…ู‚ุงุตุฏู‡ ู…ู† ุงู„ู‚ูˆู„ ุจุงู„ูƒุฑุงู‡ุฉ، ูˆุงู„ู„ู‡ ุฃุนู„ู….

“Para fuqaha telah berselisih pendapat tentang kemakruhannya. Imam Ahmad dan lainnya memakruhkannya. Mereka mengatakan itu adalah perilaku Yahudi, segolongan yang lain membolehkannya tidak memakruhkan. Mereka mengatakan: Hal itu bisa mendekatkan seseorang untuk mendapatkan kekhusyuan, dan itulah ruhnya shalat, rahasia dan maksudnya. Yang benar adalah: jika membuka mata tidak menodai kekhusyuan maka itu lebih utama. Dan, jika justru hal itu mengganggu dan tidak membuatnya khusyu karena dihadapannya terdapat ukiran, lukisan, atau lainnya yang mebuat hatinya tidak tenang, maka secara qathi (meyakinkan) memejamkan mata tidak makruh. Pendapat yang menganjurkan memejamkan mata dalam kondisi seperti ini lebih mendekati dasar-dasar syariat dan maksud-maksudnya, dibandingkan pendapat yang mengatakan makruh. Wallahu Alam. (Zaadul Maad, 1/294. Muasasah Ar Risalah)
Wallahu A'lam

๐Ÿƒ๐ŸŒพ๐ŸŒป๐ŸŒด๐ŸŒท☘๐ŸŒบ๐ŸŒธ

✏️ Farid Nu'man Hasan
๐ŸŒ Join: bit.ly/1Tu7OaC

Hukum Malam Nisfu Sya'ban



Tausiah islam kembali mengangkat tema yang sering kali menjadi pro dan kontra di masyarakat Indonesia yaitu seputar hukum malam nisfu sya'ban. Penjabaran panjang lebar dari ust Farid Nu'man berikut akan mengangkat tema tersebut. Selamat menikmati.


Di beberapa negara Islam,  umat Islam memiliki tradisi berkumpul di masjid atau di surau pada tiap ba’da maghrib di malam nishfu sya’ban (malam ke lima belas bulan Sya'ban). Mereka membaca surat Yasin, lalu shalat dua rakaat dengan tujuan agar panjang umur, lalu shalat dua rakaat lagi agar kaya selain itu mereka berdoa dengan doa-doa khusus untuk malam nishfu sya’ban. Apakah ini semua memiliki dalil dari Al Quran, As Sunnah, atau pernah diperbuat oleh sahabat, atau tabi’in, atau tabi’ut tabi’in, atau  para imam madzhab? Ataukah ini kekeliruan dan perkara yang diada-adakan? (baca: bid’ah)

๐Ÿ“Œ Pihak Yang Membid'ahkan

Kelompok ini menilai bahwa aktifitas tersebat adalah mengada-ada, menciptakan syariat baru dalam ibadah.

✖ Nabi dan para sahabat tidak pernah melakukan

✖ Jika itu baik, tentu mereka akan melakukannya sebab mereka generasi terbaik (baik ilmu dan akhlak), dan mustahil kebaikan itu luput dari mereka

✖ ayat dan hadits-hadits shahih menunjukkan Islam sudah sempurna  maka jangan tambah-tambahkan lagi

✖ Hadits-hadits tentang nishfu Sya'ban semuanya lemah

๐Ÿ“Œ Pihak yang membolehkan dan dalil-dalilnya

  Kaum muslimin yang gemar melakukan ritual nishfu sya’ban memiliki banyak alasan, di antaranya adalah hadits-hadits berikut: 
ุนَู†ْ ุนَุงุฆِุดَุฉَ ู‚َุงู„َุชْ
ูَู‚َุฏْุชُ ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ู„َูŠْู„َุฉً ูَุฎَุฑَุฌْุชُ ูَุฅِุฐَุง ู‡ُูˆَ ุจِุงู„ْุจَู‚ِูŠุนِ ูَู‚َุงู„َ ุฃَูƒُู†ْุชِ ุชَุฎَุงูِูŠู†َ ุฃَู†ْ ูŠَุญِูŠูَ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْูƒِ ูˆَุฑَุณُูˆู„ُู‡ُ ู‚ُู„ْุชُ ูŠَุง ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ ุฅِู†ِّูŠ ุธَู†َู†ْุชُ ุฃَู†َّูƒَ ุฃَุชَูŠْุชَ ุจَุนْุถَ ู†ِุณَุงุฆِูƒَ ูَู‚َุงู„َ ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุนَุฒَّ ูˆَุฌَู„َّ ูŠَู†ْุฒِู„ُ ู„َูŠْู„َุฉَ ุงู„ู†ِّุตْูِ ู…ِู†ْ ุดَุนْุจَุงู†َ ุฅِู„َู‰ ุงู„ุณَّู…َุงุกِ ุงู„ุฏُّู†ْูŠَุง ูَูŠَุบْูِุฑُ ู„ِุฃَูƒْุซَุฑَ ู…ِู†ْ ุนَุฏَุฏِ ุดَุนْุฑِ ุบَู†َู…ِ ูƒَู„ْุจٍ
 
Dari ‘Aisyah, dia berkata: “Suatu malam aku tidak menemukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka aku keluar, dan  dia sedang berada di Baqi’, beliau bersabda: ‘Apakah engkau takut Allah dan RasulNya melindungimu?’ Aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku menyangka engkau mendatangi sebagian isterimu.’ Lalu beliau bersabda: ‘Susungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla turun pada malam nishfu sya’ban menuju langit dunia, dia memberikan ampunan melebihi banyaknya bulu Anjing yang diternak.”  (HR. At Tirmidzi No. 736. Ibnu Majah No. 1389. Ahmad No. 24825)

  Hadits ini didha’ifkan oleh para imam hadits, lantaran para periwayatnya tidaklah saling mendengar langsung di antara mereka.

  Imam At Tirmidzi Rahimahullah berkata:

ุณَู…ِุนْุช ู…ُุญَู…َّุฏًุง ูŠُุถَุนِّูُ ู‡َุฐَุง ุงู„ْุญَุฏِูŠุซَ ูˆ ู‚َุงู„َ ูŠَุญْูŠَู‰ ุจْู†ُ ุฃَุจِูŠ ูƒَุซِูŠุฑٍ ู„َู…ْ ูŠَุณْู…َุนْ ู…ِู†ْ ุนُุฑْูˆَุฉَ ูˆَุงู„ْุญَุฌَّุงุฌُ ุจْู†ُ ุฃَุฑْุทَุงุฉَ ู„َู…ْ ูŠَุณْู…َุนْ ู…ِู†ْ ูŠَุญْูŠَู‰ ุจْู†ِ ุฃَุจِูŠ ูƒَุซِูŠุฑٍ
 
“Aku mendengar Muhammad (yakni Imam Bukhari, pen) mendha’ifkan hadits ini. Dia mengatakan Yahya bin Abi Katsir tidaklah mendengarkannya dari ‘Urwah, dan Al Hajaj bin Arthah tidaklah mendengarkannya dari Yahya bin Abi Katsir.”  (Sunan At Tirmidzi pembahasan No. 736)

  Syaikh Al Albany Rahimahullah juga mendhaifkan hadits ini. (Misykah Al Mashabih, No  1299)

  Yahya bin Abi Katsir adalah seorang mudallis.  (Majma’ Az Zawaid, 1/86)

  Begitu pula Al Hajaj bin Arthah, dia juga seorang mudallis.    (Ibid, 4/170)

  Mudallis adalah orang yang suka menutupi cacat yang ada pada sebuah hadits.

  Syaikh al Albany mengatakan bahwa Al Hajaj bin Arthah tidak bisa dijadikan hujjah (dalil).  (Irwa’ul Ghalil , 4/298)

  Hadits lainnya:

ุนَู†ْ ุนَู„ِูŠِّ ุจْู†ِ ุฃَุจِูŠ ุทَุงู„ِุจٍ ู‚َุงู„َ ู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ุฅِุฐَุง ูƒَุงู†َุชْ ู„َูŠْู„َุฉُ ุงู„ู†ِّุตْูِ ู…ِู†ْ ุดَุนْุจَุงู†َ ูَู‚ُูˆู…ُูˆุง ู„َูŠْู„َู‡َุง ูˆَุตُูˆู…ُูˆุง ู†َู‡َุงุฑَู‡َุง ูَุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ูŠَู†ْุฒِู„ُ ูِูŠู‡َุง ู„ِุบُุฑُูˆุจِ ุงู„ุดَّู…ْุณِ ุฅِู„َู‰ ุณَู…َุงุกِ ุงู„ุฏُّู†ْูŠَุง ูَูŠَู‚ُูˆู„ُ ุฃَู„َุง ู…ِู†ْ ู…ُุณْุชَุบْูِุฑٍ ู„ِูŠ ูَุฃَุบْูِุฑَ ู„َู‡ُ ุฃَู„َุง ู…ُุณْุชَุฑْุฒِู‚ٌ ูَุฃَุฑْุฒُู‚َู‡ُ ุฃَู„َุง ู…ُุจْุชَู„ًู‰ ูَุฃُุนَุงูِูŠَู‡ُ ุฃَู„َุง ูƒَุฐَุง ุฃَู„َุง ูƒَุฐَุง ุญَุชَّู‰ ูŠَุทْู„ُุนَ ุงู„ْูَุฌْุฑُ

Dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jika datang malam nishfu sya’ban maka shalatlah kalian pada malam harinya, dan berpuasalah pada siang harinya, karena sesungguhnya Allah turun ke langit dunia p
ada saat terbenamnya matahari, dan berkata: tidaklah orang yang minta ampunan kepadaKu maka Aku ampuni dia, tidaklah orang yang meminta rezeki maka Aku akan berikan dia rezeki, tidaklah orang yang mendapat musibah maka Aku akan memberinya pertolongan, dan tidaklah ini dan itu, hingga terbitnya matahari.”  (HR. Ibnu Majah No. 1388. Al Bahiaqi, Syu’abul Iman, No. 3664)

  Dalam sanad hadits ini terdapat Abu Bakar Ibnu Abi Sabrah.
Imam al Haitsami menyebutnya sebagai  matruk (haditsnya ditinggalkan/semi palsu)  (Majma’ Az Zawaid, 1/213), dan kadzab (pendusta).  (Ibid, 6/268)

Pentahqiq Tahdzibul Kamal, yakni Dr. Basyar ‘Awad Ma’ruf mengatakan bahwa Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Yahya bin Ma’in menyebut Ibnu Abi Sabrah sebagai pemalsu hadits.

Shalih bin Ahmad bin Muhammad bin Hambal berkata: “Bapakku berkata kepadaku bahwa Ibnu Abi Sabrah adalah pemalsu hadits.”   (Al Jarh wat Ta’dil,   7/ 306)

  Imam Zainuddin Al ‘Iraqi mengatakan dalam Takhrijul Ihya’, bahwa hadits ini bathil dan sanadnya dha’if.    (Takhrij Ahadits Al Ihya’ No. 630)

  Imam Ibnu Rajab dalam Lathaiful Ma’arif  menyatakan bahwa hadits ini dha’if, dan Imam Al Mundziri mengisyaratkan kedha’ifan hadits ini dalam At Targhib.  (As Silsilah Adh Dhaifah  No. 2132)

Hadits lainnya:

ุนَู†ْ ุฃَุจِูŠ ู…ُูˆุณَู‰ ุงู„ْุฃَุดْุนَุฑِูŠِّ ุนَู†ْ ุฑَุณُูˆู„ِ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ู‚َุงู„َ ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ู„َูŠَุทَّู„ِุนُ ูِูŠ ู„َูŠْู„َุฉِ ุงู„ู†ِّุตْูِ ู…ِู†ْ ุดَุนْุจَุงู†َ ูَูŠَุบْูِุฑُ ู„ِุฌَู…ِูŠุนِ ุฎَู„ْู‚ِู‡ِ ุฅِู„َّุง ู„ِู…ُุดْุฑِูƒٍ ุฃَูˆْ ู…ُุดَุงุญِู†ٍ

Dari Abu Musa al ‘Asy’ari, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia bersabda: “Sesungguhnya Allah tampak pada malam nishfu sya’ban, Dia mengampuni seluruh makhlukNya kecuali orang musyrik dan pendengki.”   (HR. Ath Thabarani, Al Mu’ja Al Awsath, No. 6967. Al Baihaqi, Syu’abul Iman, No. 3672. Sementara riwayat Ahmad: “Kecuali orang musyrik dan pembunuh jiwa.”)

Dalam sanad-nya terdapat Ibnu Lahi’ah dan dia seorang rawi yang dha’if.   (Majma’ Az Zawaid, 1/92)

Imam Yahya bin Ma’in mengatakan: ‘Haditsnya bukanlah apa-apa.”   (Lisanul Mizan, 1/356)

Syaikh al Albany Rahimahullah mengatakan hadits ini dha’if. Hadits di atas sebenarnya diriwayatkan oleh beberapa sahabat nabi.  (Misykah Al Mashabih, No. 1306). Riwayat Ahmad pun juga dhaif. (Ibid, No. 1307)

Imam al Haitsami menguraikan, hadits seperti di atas juga diriwayatkan dari jalur  Abu Bakar Ash Shiddiq dengan redaksi: “Kecuali orang musyrik dan orang yang mendengki saudaranya.” Diriwayatkan oleh Al Bazzar, dalam rawinya ada Abdul Malik bin Abdul Malik, Ibnu Abi Hatim menyebutkan tentang dia dalam Al Jarh wat Ta’dil tapi dia  tidak mendha’ifkannya. Sementara rawi lainnya adalah tsiqat (terpercaya).

Juga diriwayatkan dari jalur Abu Hurairah, diriwayatkan pula oleh Al Bazzar, dalam sanadnya terdapat Hisyam bin Abdurrahman, berkata Imam Al Haitsami: “Aku tidak mengenalnya.” Namun rawi lainnya tsiqat.

Juga diriwayatkan dari jalur ‘Auf bin Malik, diriwayatkan oleh Al Bazzar pula, dalam sanadnya terdapat Abdurrahman bin Ziyad bin An’am. Ahmad bin Shalih menilainya tsiqah, tetapi mayoritas imam ahli hadits mendha’ifkannya, juga terdapat Ibnu Luhai’ah yang dha’if. Namun rawi lainnya tsiqat.
Juga diriwayatkan dari jalur Mu’adz bin Jabal, diriwayatkan oleh Ath Thabarani dalam Al Awsath dan Al Kabir, rawi kedua sanad ini tsiqat.

Juga diriwayatkan dari jalur Ibnu Umar, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan redaksi: “Kecuali dua orang yakni pendengki dan pembunuh jiwa.” Dalam sanadnya terdapat Ibnu Luhai’ah yang dhaif, dan rawi lainnya bisa dipercaya.
Juga diriwayatkan dari jalur Abu Tsa’labah, diriwayatkan oleh Ath Thabarani dengan redaksi: “(Allah) mengampuni orang-orang beriman, dan memperlambat orang kafir, dan membiarkan orang-orang yang dengki dengan kedengkiannya, sampai ia meninggalkan perasaan dengkinya itu.” Dalam sanadnya terdapat Al Ahwash bin Hakim, dan dia dha’if.    (Majma’ Az Zawaid, 8/65)

✅ Tapi, banyaknya jalur ini dianggap satu sama lain saling menguatkan, sehingga Syaikh Al Albani menshahihkan dalam penelitiannya yang lain.  Lihat As Silsilah Ash Shahihah, 3/135, No. 1144. Darul Ma’arif. Juga ki
tab beliau Shahih Al Jami’ Ash Shaghir wa Ziyadatuhu, 2/785. Al Maktab Al Islami.

Dalam riwayat dari Utsman bin Muhammad bin Al Mughirah bin Al Akhnas, beliau berkata:

ุชู‚ุทุน ุงู„ุขุฌุงู„ ู…ู† ุดุนุจุงู† ุฅู„ู‰ ุดุนุจุงู†

 “Ajal manusia ditetapkan dari bulan sya’ban ke bulan sya’ban yang lain.”   (HR. AL Baihaqi, Syu’abul Iman, No. 3681)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini mursal.  (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim,  7/246).
Hadits mursal adalah hadits yang sanadnya gugur di thabaqat  (henerasi/lapisan) akhirnya setelah tabi’in (tabi’in adalah generasi setelah sahabat nabi). Maksudnya, hadits tersebut diriwayatkan dari seorang tabi’in  langsung ke Rasulullah tanpa melalui seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.   Contoh seorang genarasi tabi’in berkata: Rasulullah bersabda …., inilah mursal, sedangkan hadits yang biasa kita dengar adalah dari seorang sahabat Nabi:  Rasulullah bersabda ….., mayoritas ahli hadits dan fuqaha menyatakan bahwa hadits mursal adalah dhaif, demikian juga pendapat Imam Asy Syafi’i. Sedangkan menurut Malik, Abu Hanifah dan segolongan ulama, hadits mursal adalah shahih. Lihat hal ini dalam karya Imam An Nawawi, At Taqrib wat Taisir …, Hal. 3)

Menurut jumhur (mayoritas) ulama dan kalangan Asy Syafi’iyah, hadits mursal  adalah salah satu hadits dha’if .

Hadits mursal adalah hadits yang rawinya pada tingkatan setelah tabi’in tidak disebutkan (digugurkan). Sehingga tidak bisa dipastikan apakah tabi’in tersebut mendengar langsung atau tidak.

Jadi, validitas hadits-hadits  ini sangat diragukan, seandai pun shahih atau hasan, toh hadits ini sama sekali tidak menyebutkan tentang ritual khusus pada nishfu sya’ban, hanya menyebut keutamaannya saja.

Demikianlah kedhaifan hadits-hadits tentang nishfu sya’ban. Kita bisa mengetahui bahwa acara berkumpulnya menusia ba’da shalat maghrib betepatan dengan malam kelima belas bulan sya’ban, mereka melakukan shalat, membaca yasin, dan menyedaikan air dengan berbagai wadah, adalah acara yang tidak mempunyai sandaran kuat. Sehingga wajar jika merutinkan dan melazimkan acara tersebut setiap tahun pada tiap nishfu sya’ban, ada sebagian ulama yang menyebutnya sebagai perbuatan mengada-ngada (bid’ah) seperti Imam Ibnu Taimiyah, Imam An Nawawi, Syaikh Yusuf al Qaradhawy, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih ‘Utsaimin, Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albany, para ulama di Majma’ buhuts- Mesir, dan para ulama di Lajnah Daimah- Saudi Arabia dan lain-lain.

๐Ÿ“Œ Fatwa Para Ulama Tentang Acara Nishfu Sya’ban

  Pada prinsipnya beribadah pada malam apa pun – termasuk pada malam nishfu sya’ban- adalah disyariatkan dan dianjurkan. Baik itu membaca Al Quran, shalat tahujjud, dan semua amal shalih lainnya. Namun yang  menjadi masalah adalah ketika ‘mengkhususkan’ malam tersebut untuk beribadah tertentu dengan doa tertentu pula, tanpa didasarkan  sandaran yang kuat. Mengkhususkan shalat Jumat pada hari Jumat adalah benar, mengkhususkan puasa sunah pada hari senin dan kamis adalah benar, mengkhususkan shalat dhuha pada waktu dhuha (pagi) adalah benar, dan contoh lainnya, semua ini adalah benar karena memang memiliki sandaran syar’i (legitimasi) dalam sumber agama (Al Quran dan As Sumah). Tetapi ketika mengkhususkan ibadah pada waktu tertentu, dengan acara tertentu, maka harus memiliki dalil yang pasti dalam agama.

  Dalam kaidah disebutkan:

ูَุงู„ْุฃَุตْู„ُ ูِูŠ ุงู„ْุนِุจَุงุฏَุงุชِ ุงู„ْุจُุทْู„َุงู†ُ ุญَุชَّู‰ ูŠَู‚ُูˆู…َ ุฏَู„ِูŠู„ٌ ุนَู„َู‰ ุงู„ْุฃَู…ْุฑِ

“Pada dasarnya semua bentuk  ibadah adalah batil (terlarang), sampai adanya dalil yang menunjukkan perintahnya.”  (Imam Ibnul Qayyim, I’lamul Muwaqi’in, 1/344. Maktabah Al Kulliyat Al Azhariyah)

  Dengan kaidah inilah para ulama sangat berhati-hati dalam urusan perkara ibadah yang pada masa-masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan sahabat tidak pernah ada. Sebab jika ibadah tersebut baik dan benar, pastilah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  paling tahu tentang itu dan tidak akan lupa mencontohkan atau memerintahkan kepada umatnya.

๐Ÿ“ŒMenggunakan Hadits Dha’if untuk Menggalakkan Amal Sh
alih?

  Biasanya kelompok yang mendukung nishfu sya’ban juga berdalil dengan hal ini, ketika sudah disodorkan bahwa dalil mereka semuanya adalah lemah.

Memang, mayoritas para imam  membolehkan menggunakan hadits dha’if selama untuk masalah fadhailul a’mal (menggalakan amal-amal utama). Mereka adalah Imam Ahmad, Imam Yahya al Qathan, Imam Abdurrahman bin Mahdi, Imam An Nawawi, Imam As Suyuthi, Imam Ibnus Shalah, Imam Izzuddin bin Abdissalam, Imam Ibnu Daqiq al ‘Id, dan lain-lain. Namun demikian, mereka pun memberikan syarat yang sangat ketat yang harus dipenuhi, yakni: Pertama, hadits tersebut tidak terlalu lemah. Kedua, hadits tersebut tidak bertentangan dengan tabiat agama Islam. Ketiga, hadits tersebut tidak disandarkan sebagai ucapan dan perbuatan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.    Namun dalam kenyataannya syarat-syarat ini hanyalah seperti teori belaka,  faktanya sangat sulit diterapkan. Sudah menjadi kenyataan bahwa hadits-hadits yang kedhaifannya parahlah yang justru sering dijadikan hujjah. Termasuk dalam masalah nishfu sya’ban ini.

  Sedangkan, para imam yang menolak penggunaan hadits dha’if dalam perkara apa pun, termasuk fadhailul a’mal juga banyak, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ibnu Hazm, Syaikh al Albany, Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, dan lain-lain.  Bagi mereka hadits-hadits shahih sudah cukup dan mengenyangkan bagi kita untuk menjalankan segala macam permasalahan, dan biasanya ketika manusia sibuk dengan hadits dha’if, dia akan lalai terhadap yang shahih. Akhirnya, hadits-hadits shahih mejadi asing dan hadits dha’if semakin akrab.

  Maka, bagi pihak yang menolak,  lebih baik tetap menggunakan yang shahih. Apakah sudah saking sedikitnyakah hadits shahih, sehingga hadits dha’if yang digunakan? Dalam ibadah kita membutuhkan ketenangan dan kepastian status hukumnya, oleh karena itu akan lebih tenang di hati dan nyaman di pikiran jika kita lebih mementingkan hadits shahih dibanding dha’if. Demikian.

  ๐Ÿ“‹Berikut adalah Fatwa Para ulama tentang acara Nishfu Sya’ban:

1.  Imam An Nawawi (bermadzhab syafi’i)

Beliau Rahimahullah memberikan komentar tentang mengkhususkan shalat pada malam nishfu sya’ban, sebagai berikut:

ุงู„ุตู„ุงุฉ ุงู„ู…ุนุฑูˆูุฉ ุจุตู„ุงุฉ ุงู„ุฑุบุงุฆุจ ูˆู‡ูŠ ุซู†ุชู‰ ุนุดุฑุฉ ุฑูƒุนุฉ ุชุตู„ูŠ ุจูŠู† ุงู„ู…ุบุฑุจ ูˆุงู„ุนุดุงุก ู„ูŠู„ุฉ ุฃูˆู„ ุฌู…ุนุฉ ููŠ ุฑุฌุจ ูˆุตู„ุงุฉ ู„ูŠู„ุฉ ู†ุตู ุดุนุจุงู† ู…ุงุฆุฉ ุฑูƒุนุฉ ูˆู‡ุงุชุงู† ุงู„ุตู„ุงุชุงู† ุจุฏุนุชุงู† ูˆู…ู†ูƒุฑุงู† ู‚ุจูŠุญุชุงู† ูˆู„ุง ูŠุบุชุฑ ุจุฐูƒุฑู‡ู…ุง ููŠ ูƒุชุงุจ ู‚ูˆุช ุงู„ู‚ู„ูˆุจ ูˆุงุญูŠุงุก ุนู„ูˆู… ุงู„ุฏูŠู† ูˆู„ุง ุจุงู„ุญุฏูŠุซ ุงู„ู…ุฐูƒูˆุฑ ููŠู‡ู…ุง ูุงู† ูƒู„ ุฐู„ูƒ ุจุงุทู„

“Shalat yang sudah dikenal dengan sebutan shalat Ragha’ib yaitu shalat 12 rakaat yang dilakukan antara Maghrib dan Isya’, yakni malam awal hari Jumat pada bulan Rajab, dan shalat malam pada nishfu sya’ban seratus rakaat, maka dua shalat ini adalah bid’ah munkar yang buruk, janganlah terkecoh karena keduanya disebutkan dalam kitab Qutul Qulub  dan Ihya Ulumuddin , dan tidak ada satu pun hadits yang menyebutkan dua shalat ini, maka semuanya adalah batil.”    (Imam An Nawawi, Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 4/56)

Demikian komentar Imam An Nawawi.

2.  Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (madzhab Hambali)

Beliau Rahimahullahi ditanya tentang shalat dimalam nishfu sya’ban, beliau menjawab:

ุฅุฐَุง ุตَู„َّู‰ ุงู„ْุฅِู†ْุณَุงู†ُ ู„َูŠْู„َุฉَ ุงู„ู†ِّุตْูِ ูˆَุญْุฏَู‡ُ ุฃَูˆْ ูِูŠ ุฌَู…َุงุนَุฉٍ ุฎَุงุตَّุฉٍ ูƒَู…َุง ูƒَุงู†َ ูŠَูْุนَู„ُ ุทَูˆَุงุฆِูُ ู…ِู†ْ ุงู„ุณَّู„َูِ ูَู‡ُูˆَ ุฃَุญْุณَู†ُ . ูˆَุฃَู…َّุง ุงู„ِุงุฌْุชِู…َุงุนُ ูِูŠ ุงู„ْู…َุณَุงุฌِุฏِ ุนَู„َู‰ ุตَู„َุงุฉٍ ู…ُู‚َุฏَّุฑَุฉٍ . ูƒَุงู„ِุงุฌْุชِู…َุงุนِ ุนَู„َู‰ ู…ِุงุฆَุฉِ ุฑَูƒْุนَุฉٍ ุจِู‚ِุฑَุงุกَุฉِ ุฃَู„ْูٍ : { ู‚ُู„ْ ู‡ُูˆَ ุงู„ู„َّู‡ُ ุฃَุญَุฏٌ } ุฏَุงุฆِู…ًุง . ูَู‡َุฐَุง ุจِุฏْุนَุฉٌ ู„َู…ْ ูŠَุณْุชَุญِุจَّู‡َุง ุฃَุญَุฏٌ ู…ِู†ْ ุงู„ْุฃَุฆِู…َّุฉِ . ูˆَุงَู„ู„َّู‡ُ ุฃَุนْู„َู…ُ .

  “Jika manusia shalat malam nishfu seorang diri atau jamaah secara khusus sebagaimana yang dilakukan segolongan salaf, maka itu baik. Ada pun berkumpul di masjid untuk melakukan shalat yang sudah ditentukan, seperti berjamaah sebanyak seratus rakaat dengan membaca seribu kali Qul Huwallahu Ahad, maka ini adalah bid’ah yang tidak pernah dianjurkan seorang pun kaum salaf (terdahulu). Wallahu A’lam.”   (Imam Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, Juz. 2, Hal. 447)

3.  Syaikh ‘Athiyah Saqr (Mufti Mesir)

Beliau Rahimahullah   ditanya apakah ada Rasulullah Shall
allahu ‘Alaihi wa Sallam mengadakan acara khusus pada malam nishfu sya’ban?

Beliau menjawab (saya kutip secara ringkas):

ุซุจุช ุฃู† ุงู„ุฑุณูˆู„ ุนู„ูŠู‡ ุงู„ุตู„ุงุฉ ูˆุงู„ุณู„ุงู… ุงุญุชูู„ ุจุดู‡ุฑ ุดุนุจุงู† ، ูˆูƒุงู† ุงุญุชูุงู„ู‡ ุจุงู„ุตูˆู… ، ุฃู…ุง ู‚ูŠุงู… ุงู„ู„ูŠู„ ูุงู„ุฑุณูˆู„ ุนู„ูŠู‡ ุงู„ุตู„ุงุฉ ูˆุงู„ุณู„ุงู… ูƒุงู† ูƒุซูŠุฑ ุงู„ู‚ูŠุงู… ุจุงู„ู„ูŠู„ ูู‰ ูƒู„ ุงู„ุดู‡ุฑ، ูˆู‚ูŠุงู…ู‡ ู„ูŠู„ุฉ ุงู„ู†ุตู ูƒู‚ูŠุงู…ู‡ ู‚ู‰ ุฃูŠุฉ ู„ูŠู„ุฉ .
ูˆูŠุคูŠุฏ ุฐู„ูƒ ู…ุง ูˆุฑุฏ ู…ู† ุงู„ุฃุญุงุฏูŠุซ ุงู„ุณุงุจู‚ุฉ ูˆุฅู† ูƒุงู†ุช ุถุนูŠูุฉ ููŠุคุฎุฐ ุจู‡ุง ูู‰ ูุถุงุฆู„ ุงู„ุฃุนู…ุงู„ ، ูู‚ุฏ ุฃู…ุฑ ุจู‚ูŠุงู…ู‡ุง ، ูˆู‚ุงู… ู‡ูˆ ุจุงู„ูุนู„ ุนู„ู‰ ุงู„ู†ุญูˆ ุงู„ุฐู‰ ุฐูƒุฑุชู‡ ุนุงุฆุดุฉ .
ูˆูƒุงู† ู‡ุฐุง ุงู„ุงุญุชูุงู„ ุดุฎุตูŠุง، ูŠุนู†ู‰ ู„ู… ูŠูƒู† ูู‰ ุฌู…ุงุนุฉ ، ูˆุงู„ุตูˆุฑุฉ ุงู„ุชู‰ ูŠุญุชูู„ ุจู‡ุง ุงู„ู†ุงุณ ุงู„ูŠูˆู… ู„ู… ุชูƒู† ูู‰ ุฃูŠุงู…ู‡ ูˆู„ุง ูู‰ ุฃูŠุงู… ุงู„ุตุญุงุจุฉ ، ูˆู„ูƒู† ุญุฏุซุช ูู‰ ุนู‡ุฏ ุงู„ุชุงุจุนูŠู† . ูŠุฐูƒุฑ ุงู„ู‚ุณุทู„ุงู†ู‰ ูู‰ ูƒุชุงุจู‡ "ุงู„ู…ูˆุงู‡ุจ ุงู„ู„ุฏู†ูŠุฉ"ุฌ 2 ุต 259 ุฃู† ุงู„ุชุงุจุนูŠู† ู…ู† ุฃู‡ู„ ุงู„ุดุงู… ูƒุฎุงู„ุฏ ุจู† ู…ุนุฏุงู† ูˆู…ูƒุญูˆู„ ูƒุงู†ูˆุง ูŠุฌุชู‡ุฏูˆู† ู„ูŠู„ุฉ ุงู„ู†ุตู ู…ู† ุดุนุจุงู† ูู‰ ุงู„ุนุจุงุฏุฉ ، ูˆุนู†ู‡ู… ุฃุฎุฐ ุงู„ู†ุงุณ ุชุนุธูŠู…ู‡ุง ، ูˆูŠู‚ุงู„ ุฃู†ู‡ู… ุจู„ุบู‡ู… ููŠ ุฐู„ูƒ ุขุซุงุฑ ุฅุณุฑุงุฆูŠู„ูŠุฉ . ูู„ู…ุง ุงุดุชู‡ุฑ ุฐู„ูƒ ุนู†ู‡ู… ุงุฎุชู„ู ุงู„ู†ุงุณ ، ูู…ู†ู‡ู… ู…ู† ู‚ุจู„ู‡ ู…ู†ู‡ู… ، ูˆู‚ุฏ ุฃู†ูƒุฑ ุฐู„ูƒ ุฃูƒุซุฑ ุงู„ุนู„ู…ุงุก ู…ู† ุฃู‡ู„ ุงู„ุญุฌุงุฒ، ู…ู†ู‡ู… ุนุทุงุก ูˆุงุจู† ุฃุจู‰ ู…ู„ูŠูƒุฉ، ูˆู†ู‚ู„ู‡ ุนุจุฏ ุงู„ุฑุญู…ู† ุจู† ุฒูŠุฏ ุจู† ุฃุณู„ู… ุนู† ูู‚ู‡ุงุก ุฃู‡ู„ ุงู„ู…ุฏูŠู†ุฉ ، ูˆู‡ูˆ ู‚ูˆู„ ุฃุตุญุงุจ ู…ุงู„ูƒ ูˆุบูŠุฑู‡ู… ، ูˆู‚ุงู„ูˆุง : ุฐู„ูƒ ูƒู„ู‡ ุจุฏุนุฉ، ุซู… ูŠู‚ูˆู„ ุงู„ู‚ุณุทู„ุงู†ู‰ :
ุงุฎุชู„ู ุนู„ู…ุงุก ุฃู‡ู„ ุงู„ุดุงู… ูู‰ ุตูุฉ ุฅุญูŠุงุฆู‡ุง ุนู„ู‰ ู‚ูˆู„ูŠู† ، ุฃุญุฏู‡ู…ุง ุฃู†ู‡ ูŠุณุชุญุจ ุฅุญูŠุงุคู‡ุง ุฌู…ุงุนุฉ ูู‰ ุงู„ู…ุณุฌุฏ، ูˆูƒุงู† ุฎุงู„ุฏ ุจู† ู…ุนุฏุงู† ูˆู„ู‚ู…ุงู† ุงุจู† ุนุงู…ุฑ ูˆุบูŠุฑู‡ู…ุง ูŠู„ุจุณูˆู† ููŠู‡ุง ุฃุญุณู† ุซูŠุงุจู‡ู… ูˆูŠุชุจุฎุฑูˆู† ูˆูŠูƒุชุญู„ูˆู† ูˆูŠู‚ูˆู…ูˆู† ูู‰ ุงู„ู…ุณุฌุฏ ู„ูŠู„ุชู‡ู… ุชู„ูƒ ، ูˆูˆุงูู‚ู‡ู… ุฅุณุญุงู‚ ุจู† ุฑุงู‡ูˆูŠู‡ ุนู„ู‰ ุฐู„ูƒ ูˆู‚ุงู„ ูู‰ ู‚ูŠุงู…ู‡ุง ูู‰ ุงู„ู…ุณุงุฌุฏ ุฌู…ุงุนุฉ : ู„ูŠุณ ุฐู„ูƒ ุจุจุฏุนุฉ، ู†ู‚ู„ู‡ ุนู†ู‡ ุญุฑุจ ุงู„ูƒุฑู…ุงู†ู‰ ูู‰ ู…ุณุงุฆู„ู‡ . ูˆุงู„ุซุงู†ู‰ ุฃู†ู‡ ูŠูƒุฑู‡ ุงู„ุงุฌุชู…ุงุน ูู‰ ุงู„ู…ุณุงุฌุฏ ู„ู„ุตู„ุงุฉ ูˆุงู„ู‚ุตุต ูˆุงู„ุฏุนุงุก ، ูˆู„ุง ูŠูƒุฑู‡ ุฃู† ูŠุตู„ู‰ ุงู„ุฑุฌู„ ููŠู‡ุง ู„ุฎุงุตุฉ ู†ูุณู‡ ، ูˆู‡ุฐุง ู‚ูˆู„ ุงู„ุฃูˆุฒุงุนู‰ ุฅู…ุงู… ุฃู‡ู„ ุงู„ุดุงู… ูˆูู‚ูŠู‡ู‡ู… ูˆุนุงู„ู…ู‡ู… .

“Telah pasti dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  bahwa beliau melakukan kegiatan pada bulan Sya’ban yakni berpuasa. Sedangkan qiyamul lail-nya banyak beliau lakukan pada setiap bulan, dan qiyamul lailnya pada malam nisfhu sya’ban sama halnya dengan qiyamul lail pada malam lain. Hal ini didukung oleh hadits-hadits yang telah saya sampaikan sebelumnya, jika hadits tersebut dhaif maka berdalil dengannya boleh untuk tema fadhailul ‘amal (keutamaan amal shalih), dan qiyamul lailnya beliau sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Aisyah yang telah saya sebutkan. Aktifitas yang dilakukannya adalah aktifitas perorangan, bukan berjamaah. Sedangkan aktifitas yang dilakukan manusia saat ini, tidak pernah ada pada masa Rasulullah, tidak pernah ada pada masa sahabat, tetapi terjadi pada masa tabi’in.
Al Qasthalani menceritakan dalam kitabnya Al Mawahib Al Laduniyah (Juz.2, Hal. 259), bahwa tabi’in dari negeri Syam seperti Khalid bin Mi’dan, dan Mak-hul, mereka berijtihad untuk beribadah pada malam nishfu sya’ban.  Dari merekalah manusia beralasan untuk memuliakan malam nishfu sya’ban. Diceritakan bahwa telah sampai kepada mereka atsar israiliyat   tentang hal ini. Ketika hal tersebut tersiarkan, maka manusia pun berselisih pendapat, maka di antara mereka ada yang mengikutinya. Namun perbuatan ini diingkari oleh mayoritas ulama di Hijaz seperti Atha’, Ibnu Abi Malikah, dan dikutip dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam bahwa fuqaha Madinah juga menolaknya, yakni para sahabat Imam Malik dan selain mereka, lalu mereka mengatakan: “Semua itu bid’ah!”

Kemudian Al Qasthalani berkata:  “Ulama penduduk Syam  berbeda pendapat tentang hukum menghidupkan malam nishfu sya’ban menjadi dua pendapat: Pertama, dianjurkan menghidupkan malam tersebut dengan berjamaah di masjid,  Khalid bin Mi’dan dan Luqman bin ‘Amir, dan selainnya, mereke mengenakan pakain bagus, memakai wewangian, bercelak,  dan mereka menghidupkan malamnya dengan shalat. Hal ini disepakati oleh Ishaq bin Rahawaih, dia berkata tentang shalat berjamaah pada malam tersebut: “Itu bukan bid’ah!” Hal ini dikutip oleh Harb al Karmani ketika dia bertanya kepadanya tentang ini. Kedua, bahwa dibenci (makruh) berjamaah di masjid untuk shalat, berkisah, dan berdoa pada malam itu, namun tidak mengapa jika seseorang shalatnya sendiri saja. Inilah pendapat Al Auza’i, imam penduduk Syam dan faqih (ahli fiqih)-nya mereka dan ulamanya mereka.”   (Fatawa Al Azhar, 10/ 131)  Selesai kutipan dari Syaikh ‘Athiyah Saqr Rahimahullah.

4.  Samahatusy Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah
bin Baz Rahimahullah

Beliau menjelaskan tentang hukum mengkhususkan ibadah pada malam Nishfu Sya’ban:

ูˆู…ู† ุงู„ุจุฏุน ุงู„ุชูŠ ุฃุญุฏุซู‡ุง ุจุนุถ ุงู„ู†ุงุณ: ุจุฏุนุฉ ุงู„ุงุญุชูุงู„ ุจู„ูŠู„ุฉ ุงู„ู†ุตู ู…ู† ุดุนุจุงู†، ูˆุชุฎุตูŠุต ูŠูˆู…ู‡ุง ุจุงู„ุตูŠุงู…، ูˆู„ูŠุณ ุนู„ู‰ ุฐู„ูƒ ุฏู„ูŠู„ ูŠุฌูˆุฒ ุงู„ุงุนุชู…ุงุฏ ุนู„ูŠู‡، ูˆู‚ุฏ ูˆุฑุฏ ููŠ ูุถู„ู‡ุง ุฃุญุงุฏูŠุซ ุถุนูŠูุฉ ู„ุง ูŠุฌูˆุฒ ุงู„ุงุนุชู…ุงุฏ ุนู„ูŠู‡ุง، ุฃู…ุง ู…ุง ูˆุฑุฏ ููŠ ูุถู„ ุงู„ุตู„ุงุฉ ููŠู‡ุง ููƒู„ู‡ ู…ูˆุถูˆุน، ูƒู…ุง ู†ุจู‡ ุนู„ู‰ ุฐู„ูƒ ูƒุซูŠุฑ ู…ู† ุฃู‡ู„ ุงู„ุนู„ู…، ูˆุณูŠุฃุชูŠ ุฐูƒุฑ ุจุนุถ ูƒู„ุงู…ู‡ู… ุฅู† ุดุงุก ุงู„ู„ู‡. ูˆูˆุฑุฏ ููŠู‡ุง ุฃูŠุถًุง ุขุซุงุฑ ุนู† ุจุนุถ ุงู„ุณู„ู ู…ู† ุฃู‡ู„ ุงู„ุดุงู… ูˆุบูŠุฑู‡ู…. ูˆุงู„ุฐูŠ ุนู„ูŠู‡ ุฌู…ู‡ูˆุฑ ุงู„ุนู„ู…ุงุก: ุฃู† ุงู„ุงุญุชูุงู„ ุจู‡ุง ุจุฏุนุฉ، ูˆุฃู† ุงู„ุฃุญุงุฏูŠุซ ุงู„ูˆุงุฑุฏุฉ ููŠ ูุถู„ู‡ุง ูƒู„ู‡ุง ุถุนูŠูุฉ ูˆุจุนุถู‡ุง ู…ูˆุถูˆุน، ูˆู…ู…ู† ู†ุจู‡ ุนู„ู‰ ุฐู„ูƒ ุงู„ุญุงูุธ ุงุจู† ุฑุฌุจ ููŠ ูƒุชุงุจู‡ [ู„ุทุงุฆู ุงู„ู…ุนุงุฑู] ูˆุบูŠุฑู‡، ูˆุงู„ุฃุญุงุฏูŠุซ ุงู„ุถุนูŠูุฉ ุฅู†ู…ุง ูŠุนู…ู„ ุจู‡ุง ููŠ ุงู„ุนุจุงุฏุงุช ุงู„ุชูŠ ู‚ุฏ ุซุจุช ุฃุตู„ู‡ุง ุจุฃุฏู„ุฉ ุตุญูŠุญุฉ، ุฃู…ุง ุงู„ุงุญุชูุงู„ ุจู„ูŠู„ุฉ ุงู„ู†ุตู ู…ู† ุดุนุจุงู† ูู„ูŠุณ ู„ู‡ ุฃุตู„ ุตุญูŠุญ ุญุชู‰ ูŠุณุชุฃู†ุณ ู„ู‡ ุจุงู„ุฃุญุงุฏูŠุซ ุงู„ุถุนูŠูุฉ.

“Dan di antara bid’ah yang di ada-adakan manusia pada malam tersebut adalah: bid’ahnya mengadakan acara pada malam nishfu sya’ban, dan mengkhususkan siang harinya berpuasa, hal tersebut tidak ada dasarnya  yang bisa dijadikan pegangan untuk membolehkannya. Hadits-hadits yang meriwayatkan tentang keutamaannya adalah dha’if dan tidak boleh menjadikannya sebagai pegangan, sedangkan hadits-hadits tentang keutamaan shalat pada malam tersebut, semuanya adalah maudhu’ (palsu), sebagaimana yang diberitakan oleh kebanyakan ulama tentang itu, Insya Allah nanti akan saya sampaikan sebagian ucapan mereka, dan juga atsar (riwayat) dari sebagian salaf dari penduduk Syam dan selain mereka. Jumhur (mayoritas) ulama berkata: sesungguhnya acara pada malam itu adalah bid’ah, dan hadits-hadits yang bercerita tentang keutamaannya adalah dha’if  dan sebagiannya adalah palsu. Di antara ulama yang memberitakan hal itu adalah Al Hafizh Ibnu Rajab dalam kitabnya Latha’if alMa’arif dan lainnya. Ada pun hadits-hadits dha’if  hanyalah bisa diamalkan dalam perkara ibadah, jika ibadah tersebut telah ditetapkan oleh dalil-dalil yang shahih,  sedangkan acara pada malam nishfu sya’ban tidak ada dasar yang shahih, melainkan ‘ditundukkan’ dengan hadits-hadits dha’if.”    (Fatawa al Lajnah ad Daimah lil Buhuts ‘Ilmiyah wal Ifta’, Juz. 4, Hal. 281) Sekian kutipan dari Syaikh Ibnu Baz.

๐Ÿ“š KESIMPULANNYA: menghidupkan malam nishfu Sya’ban adalah baik dan bagus, yaitu dengan ibadah-ibadah mutlak seperti tilawah, qiyamul lail, dan sebagainya. Ada pun berjamaah berkumpul di masjid, untuk shalat, maka ini khilafiyah di antara para imam sejak masa tabi’in, baik membolehkan bahkan mereka melakukan, dan ada yang membid’ahkan. Maka, hendaknya kita toleran atas kenyataan ini. Ambil yang kita pandang lebih kuat, tapi jangan ingkari yang lain.

Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq

๐Ÿƒ๐ŸŒพ๐ŸŒบ๐ŸŒฟ๐ŸŒป๐ŸŒด☘

✏ Farid Nu'man Hasan