Jadi kalau mencermati Babad; 'aqidah Wihdatul Wujud dari Syaikh Siti Jenar sebenarnya bungkus; sebagaimana Syi'ah Ghullat meyakini emanasi & manifestasi Allah pada jasad para Imam.
Kelak sang Mahaguru Syi'ah Nusantara ini dieksekusi setelah debat panjang dengan Sunan Kalijaga. WaLlaahu A'lam.
Adalah Kebo Kenanga bergelar Ki Ageng Pengging sebab mendapat perdikan di Pengging, Boyolali; dialah yang oleh Raden Fatah, Sultan Demak yang juga kakak tirinya dipanggil menghadap berulangkali namun menolak & dinyatakan makar. Diutuslah Sayyid Ja'far Ash Shadiq, Sunan Kudus, untuk mengatasi bughat ini. Maka Ki Ageng Pengging memilih dibunuh daripada sowan ke Demak. Putranya, bernama Mas Karebet, dititipkan ke kakaknya, Kebo Kanigara yang berkedudukan di Tingkir; jadilah pemuda itu dikenal sebagai Jaka Tingkir.
Adalah Ki Ageng Pengging punya 2 anjing yang selalu diumpat & dilemparinya dengan batu bila sedang marah. Dua anjing itu diberi nama "Ngabu Bakar" & "Ngumar".
***
Flashback
Saat Prabu Brawijaya V lari ke Blambangan karena pemberontakan Adipati Terung yang kemudian ditundukkan oleh Demak; Raden Fatah menawari Ayahandanya ini masuk Islam. Berkatalah Brawijaya V, "Kalau air yang kuambil dan kumasukkan dalam kendi ini wangi; agamamu yang benar. Tapi kalau busuk-bacin, agamamu keliru."
Ternyata airnya harum. Daerah itu lalu dinamai Banyuwangi. Maka Brawijaya minta diantar ke Ampeldenta, Surabaya, untuk belajar Islam pada Maulana Rahmatullah, Sunan Ampel.
Perjalanan Banyuwangi-Surabaya 3 hari; begitu sampai di Ampeldenta, air di kendi Prabu Brawijaya V mulai anyir. Berkatalah beliau, "Kalau begitu, trah anakku Fatah hanya akan memerintah 3 generasi, sesudahnya kembali kepada Kebo Kenanga & Kebo Kanigara."
Maka sebakda putra Sultan Trenggana (putra ketiga Raden Fatah), Arya Pangiri berkonflik dengan Arya Penangsang (anak Pangeran Sekar, putra kedua Raden Fatah); Jaka Tingkir bin Ki Ageng Pengging yang dengan satu siasat telah menjadi menantu Sultan Trenggana, mengambil alih kekuasaan Demak & memindahkannya ke Pajang, barat kota Solo sekarang.
Kesultanan Pajang (trah Kebo Kenanga) tak bertahan lama; ganti keturunan Sela-Tingkir (trah Kebo Kanigara) memerintah dengan berdirinya Kesultanan Mataram di Kotagede, Yogyakarta oleh Panembahan Senapati.
Tapi apa yang diwariskan secara halus dari i'tiqad Syi'ah oleh Kesultanan Pajang terasa. Di Solo masih ada Gerebeg Sura (Muharram); sedang di Yogyakarta tidak ada; hanya Gerebeg Maulid, Gerebeg Besar ('Idul Adha), dan Gerebeg Syawal ('Idul Fitri). Dan orang Jawa secara umum, enggan menikahkan anaknya di Bulan Sura (Muharram); sebab Sura adalah bulan duka, meratapi Al Husain RadhiyaLlaahu 'Anh.
WaLlaahu A'lam.
#ustadz Salim A. Fillah
Silakan Berkomentar...